Senin, 07 Mei 2012

Perhatikan, Kunjungi, Lihat Permasalahanya, Dan lakukan tindakan



Sekarang semakin marak info-info tentang kegiatan petualangan di alam bebas, terutama pendakian gunung. Bagi sebagian besar orang mungkin akan menganggap bahwa itu akan berdampak positif bagi alam tersebut, namun  tidak bagi alamnya sendiri, tidak semuanya positif.

Munculnya berbagai organisasi atau sekedar sekelompok orang yang mengatas namakan sebagai pecinta alam kini sudah semakin liar. Pasalnya, di antara kelompok tersebut banyak yang kurang memperhatikan kode etik sebagai pecinta alam. Di sini kami menyebutnya kelompok liar, karena memang liar.

Ketika ada yang berikrar tidak akan atau "Dilarang meninggalkan sesuatu kecuali jejak", nyatanya sampah ada di mana-mana. Tidak dipungkiri lagi, pasti dalam setiap event bakal menyisakan sampah. Dan kesadaran akan dampak sampah terhadap lingkungan atau dalam hal ini gunung, sepertinya masih minim sekali dimiliki oleh para pecinta alam (liar) tersebut. Juga tentang pemasangan tanda jalur yang seakan dimaklumi, padahal juga tetap menyampah. terlebih yang menggunakan paku untuk pemasanganya di pohon. Itu kan jelas merusak iya kan????




Ada etika yang "Dilarang membunuh sesuatu kecuali waktu" nyatanya tidak sedikit kelompok-kelompok (liar) yang memotong batang pohon hanya sekedar untuk tiang tenda atau tongkat, atau yang lebih sering lagi untuk kayu bakar. Eh, ternyata masih banyak juga ditemui di antara mereka yang memburu binatang liar di gunung dengan dalih untuk dimakan karena kekurangan bahan makanan. Kalau hanya sekedar untuk makan kayaknya itu sangat naif sekali, toh kalau gak punya uang untuk beli bekal pendakian mending bobok manis di rumah aja. Ada lagi yang paling ngetrend, adalah budaya sok menaklukan dari para kelompok-kelompok tersebut. Nama mereka tertulis di batang-batang pohon, hayo pada ngaku ngggak? kami punya banyak bukti untuk ini. dan yang pasti buktinya berupa foto dari tulisan atas nama beberapa kelompok(liar) yang merasa sudah menaklukan, mungkin.



Lalu kalimat yang berbunyi "Dilarang mengambil sesuatu kecuali gambar", ini juga banyak dilanggar. bagi kelompok yang masih memiliki anggota yang gemar memetik bunga-bunga dari puncak atau di manapun tempat di gunung, kalau memang serius mau melebelkan Pecinta alam sebagai dasar kegiatan ya harusnya anggota yang melanggar perlu ditindak tegas!. kebiasaan buruk seperti ini sulit dihilangkan oleh para penggiat yang baru gede, masih pengen ambil ini itu. tapi akan lebih mudah diterapkan kalau dari kelompok tersebut membuat aturan tegas. Dari pengamatan yang di lakukan di gunung prau selama ini, masih banyak sekali anggota-anggota yang didapati membawa kenang-kenangan berupa tanaman atau sekedar bunga. memang di gunung prau ini  dikatakan sebagai surganya anggrek, surganya tanaman tropis, surganya...pokoknya macam macam tanaman ada di sini dan tergolong paling komplit di antara gunung lain di jawa tengah. Makanya tak jarang anak-anak baru gede atau bahkan yang udah gede kepengin membawa kenang-kenangan tersebut. Banyak yang mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan karena yang bersangkutan tidak mempunyai kamera atau handphone yang ada kameranya, alias "miskin" kasian sekali ya.

Oke, mengkritik itu sangat mudah sekali dilakukan, makanya ayo berikan kritik pedas untuk mereka yang merusak Gunung Prau!

Ada baiknya jika kita sudah sering mendapatkan pemandangan indah, udara sejuk dan kedamaian dari gunung Prau, marilah lebih sering untuk menggeser pandangan kita tentang petualangan. Bukankah berpetualang yang bijak itu mudah?

Mari kita perhatikan hal-hal yang menjadi permasalahan di gunung prau, mulai dari pasca kebakaran tahun lalu, aktifitas pengambil arang kayu yang masih meraja lela, dan kebiasaan berburu yang membabi buta, ada lagi sekarang kegiatan TRABAS menggunakan motor yang menyisakan bekas roda di berbagai jalur dan tentu saja merusak karena untuk membuka jalur motor diperlukan pelebaran jalan. otomatis akan memangkas pohon-pohon yang menghalangi motor karena stang motor yang terlalu lebar maka membutuhkan jalan yang lebar juga kan? ini juga banyak buktinya.


Para penjaring burung yang suka memasang perangkapnya berupa jaring di lereng gunung, atau di tengah hutan bahkan juga di puncak, ini sepertinya jadi ancaman berat bagi kelestarian burung di gunung prau. sudah banyak ditemukan bukti tentang bekas aktifitas ini, dan orang yang melakukannya pun hanya itu-itu saja. sudah menjadi penghasilan pokok mereka, karena dari pengamatan, mereka berangkat pagi hari dan pulang sore hari, dan itu setiap hari. bayangkan berapa juta spesies burung liar yang terancam?


Ayolah, jangan cuma menjual apa yang ada di gunung, jangan cuma mempromosikan keindahanya, jangan cuma gencar mengajak rombongan! tapi perhatikan masalah-mnasalah klasik tersebut. Akan bertahan berapa lama keindahan gunung ini? Akan bertahan berapa tahun satwa yang terus di buru? akan cukupkah air yang sekarang kita nikmati sampai pada anak cucu kita?

Ada "pengelola"nya tapi nyatanya sama saja dengan para perusaknya.


3 komentar:

  1. Miris juga, saya belum naik ke Prau semoga ktika saya sampai disana keadaannya masih bagus.

    BalasHapus
  2. waaahh ini ndak isa dibiakan...musti ditangani secara serius,. kita sebagai manusia wajar pasti akan memperhatikan setiap gejala-gejala alam yang ada. bahkan tanpa embeL-embel kita harus mampu berkompeten dalam hal konservasi... jgn kek oknum yang ndak tanggung jawab, hanya berpangku tangan lantas menyalahkan banyak pihak.

    BalasHapus
  3. Kpn PA yg disana mengadakan penanaman pohon dan pembersihan sampah???

    BalasHapus